Tim Pemantau UU PA DPR Berdialog dengan Muspida NAD
Tim Pemantau Pelaksanaan UU tentang Pemerintahan Aceh (UU PA) DPR RI berkunjung ke Provinsi Nangro Aceh Darussalam untuk mengetahui perkembangan terkini terkait penerapan undang-undang yang sudah berlangsung sejak tahun 2006. Ketua Tim Priyo Budi Santoso yang juga Wakil Ketua DPR RI mengatakan dalam dialog dengan jajaran muspida dilakukan evaluasi sejumlah persoalan yang menghambat kemajuan.
"Kita mencatat sejumlah keberhasilan telah kita buat di Provinsi Aceh ini dengan dana otonomi khusus sejak 2008 yang mencapai Rp.26,9 triliun. Ada sejumlah permasalahan mari kita dalami bersama dan mencari solusi terbaik. Sesuai UU PA dana otsus difokuskan untuk pembangunan dan pemeliharaan sektor yang menjadi prioritas yaitu infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial dan kesehatan," katanya dalam pertemuan di Pendopo Gubernuran, Banda Aceh, Kamis (23/1/14).
Terkait laporan masih belum tuntasnya sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) sesuai amanat UU PA, ia menyatakan akan membicarakannya dengan pemerintah. "Dari 9 PP, 4 sudah selesai sedangkan 5 lainnya belum selesai. Pak Gubernur selalu meminta kita memberi perhatian terutama RPP tentang Pengelolaan Migas. Saya setuju Tim Pemantau UU PA perlu melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah," tambahnya.
PP lain yang masih menjadi hutang pemerintah pusat diantaranya PP tentang Kewenangan Pemerintah yang Bersifat Nasional di Aceh, PP tentang Nama Aceh dan Gelar Pejabat Pemerintahan Aceh. Sedangkan Perpres yang belum ditetapkan yaitu tentang Penyerahan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota menjadi Perangkat Daerah.
Pada bagian lain Priyo juga memberikan apresiasi atas upaya cooling down dari segenap pihak terkait perbedaan soal Qanun tentang Bendera Aceh. Ia kemudian mengusulkan agar jajaran muspida mencari alternatif lain yang dapat diterima seluruh pihak. "Alternatif yang pernah saya usulkan yang pernah saya diskusikan panjang dengan Pak Gubernur Doktor Zaini, tokoh DPR Aceh ialah bendera yang melambangkan kejayaan zaman Kesultanan Aceh dulu misalnya, dimodifikasi sedemikian rupa. Itu akan menunjukkan cita rasa bagi yang lain sehingga memunculkan kebersamaan. Itu akan jadi jalan keluar yang sangat baik," paparnya.
Terkait wacana untuk melengkapi Wali Nangro dengan majelis pendukung sebagaimana yang dimiliki pemerintah politisi FPG ini menilai tidak perlu. Sebagai pihak yang terlibat dalam pembahasan RUU PA ia menyebut Wali Nangro adalah simbolik yang diagungkan dalam kontek kulutural, penghormatan terhadap nilai asli Aceh. "Kalau kemudian Wali Nangro bergulat dengan hal eksekutif dikhawatirkan akan tumpang tindih dan mengundan gesekan yang tidak diinginkan," ujar dia.
Sementara itu Gubernur Aceh Zaini Abdullah memaparkan proses pembahasan 49 Qanun sesuai amanat UU PA berjalan lancar dan saat ini sudah selesai 70 persen lebih. Ia menargetkan 12 yang tersisa akan tuntas pada tahun ini. "Dari data itu terlihat upaya penuntasan amanat UU PA oleh Pemerintahan Aceh berjalan cukup lancar, yang menjadi masalah sekarang di tingkat pusat. Kami bahagia bisa menyampaikan hal ini kepada pemantau dari DPR RI. Kami berharap DPR dapat mendorong pemerintah pusat segera tuntaskan maslah ini," jelasnya.
Gubernur dalam pertemuan itu didampingi sejumlah pejabat diantaranya Ketua DPR Aceh Hasbi Abdullah, Kapolda Irjen Pol. Herman Effendi dan Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Pandu Wibowo. Sedangkan Tim Pemantau UU PA DPR beranggotakan 15 orang termasuk 4 orang Wakil Ketua Tim yaitu Marzuki Daud (FPG), Nova Iriansyah (FPD), Nasir Djamil (FPKS) dan Manuel Kaisiepo (FPDIP). (iky)